🎳 Hakikat Kematian Menurut Imam Al Ghazali
AlGhazali menjelaskan bahwa kedudukan akal dalam pandangan agama sebagai hal yang memiliki kaitan yang bersifat komplementer, seperti halnya antara mata dan cahaya, karena mata tidak mungkin dapat melihat bila tanpa ada cahaya, begitupun akal akan mendapatkan hidayah kecuali dengan syara'.
MenurutImam Al-Ghazali Rahimahullah, ada 4 elemen supaya kita mendapatkan kebahagiaan yang sejati. Yakni: mengenal diri, mengenal Allah, mengenal dunia, dan mengenal akhirat. Pertama; Mengenal diri ( Ma'rifatun Nafs ). Al-Ghazali mengatakan; mengenal adalah kunci untuk mengenal Tuhannya yaknia Allah Swt. Sebagaimana dikatakan Al-Quran:
ImamAl-Ghazaliy: Tentang Hakikat Kemuliaan Akal. 5:27 PM. Mungkin telah banyak kita ketahui tentang akal, dan perlu kita tahu bahwa pembahasan kali ini bukanlah bermaksud untuk mempersulit kejelasan tentang akal itu sendiri. Akal adalah tempat bersandar-nya ilmu yang pertama kali sebelum ilmu itu masuk ke hati seseorang dan ter-patri disana
Keempat menurut Al-Ghazali, menjaga kesucian setiap anggota badan dari sesuatu yang syubhat (tidak jelas apakah ini haram atau halal). Menjaga kesucian setiap anggota badan (tangan, kaki, perut, dll) dari perkara yang syubhat, terlebih yang haram. Misalnya, mencukupkan diri dari makanan yang halal saja dan meninggalkan yang haram.
jikakebahagiaan dirasakan atau didapatkanpa oleh anggota badan maka bahagialah anggota badannya, dan apabila kebagiaan dirasakan atau didapatkan oleh hati maka mati atau jiwanya bahagia. seperti halnya alat indra telinga ingin mendengarkar suara yang yang bagus atau merdu, mata ingin melihat sesuatu yang indah dan lidah ingin merasakan sesuatu
MenurutGhazali, ingat kematian akan menimbulkan berbagai kebaikan. Di antaranya, membuat manusia tidak ngoyo dalam mengejar pangkat dan kemewahan dunia. Ia bisa menjadi legawa (qonaah) dengan apa yang dicapainya sekarang, serta tidak akan menghalalkan segala cara untuk memenuhi ambisi pribadinya.
Halitu senada dengan apa yang dinyatakan oleh Imam Al Ghazali dalam Ihya' Ulumuddin bahwa kematian bukan sekedar sesuatu yang menakutkan, namun di dalamnya terdapat potensi yang bisa menjerumuskan manusia ke dalam bahaya. Potensi bahaya itu akan muncul jika manusia tidak pernah memikirkan sedikit pun tentang hakikat kematian itu sendiri.
G Hakikat manusia menurut Imam Al-Ghazali Secara filosofis, memandang manusia berarti berpikir secara totalitas tentang diri manusia itu sendiri, struktur eksistensinya, hakikat atau esensinya, pengetahuan dan perbuatannya, tujuan hidupnya, dan segi-segi lain yang mendukung, sehingga tampak jelas wujud manusia yang sebenarnya.
PDF| On Dec 6, 2018, Yusliadi Yusliadi published HAKIKAT ILMU DALA M PERSPEKTIF AL-GHAZALI | Find, read and cite all the research you need on ResearchGate
Kematianadalah salah satu syarat untuk memasuki alam akhirat, karena kehidupan di dunia dan akhirat sangat berbeda. Manusia adalah mahluk yang dapat hidup dengan perantara ruh yang sifatnya hanya sementara, dan jika waktu telah tiba untuk kembali, maka ruh akan kembali pada alam asalnya, yakni alam akhirat.
Setelahmengulas hakikat kematian, Imam Al-Ghazali mengulas tentang kondisi manusia saat kematian dan sesudah kematian. Beliau menyatakan ada dua perubahan yang akan dialami manusia saat kematian dan sesudah kematian: Pertama, mata, telinga, mulut, tangan, kaki, dan semua anggota tubuh, tidak berfungsi lagi setelah ruh dicabut oleh malaikat.
Kematianmenumbuhkan ketakutan tersendiri bagi sebagian orang. Sunday, 8 Zulhijjah 1442 / 18 July 2021
LzSB4. In fact, every living thing will surely die. Death is something that needs to be understood as something that will definitely happen so that humans can live life well so they can face death with full readiness. This study aims to understand the meaning of death according to Imam Ghazali. This research is a type of research study literature or library library research. The data collection technique is to use documentation. The results show that a death is a condition when the spirit begins to separate from the body, b the virtue of remembering death is that it can increase human fear of Allah. so that they can continue to prepare themselves to welcome death, c death's sakaratul is divided into 3 phases of disaster namely the terrible pain when life is taken away, witnessing death angels that can create fear and fear in the heart for a year, and immoral practitioners who will witness the hell where they returned and they too felt very scared, and d the condition of humans in the grave that is alone in a dark place, filled with worms, and the conditions that humans get are in accordance with the deeds of deeds in the world. Keywords Death analisys, Imam al-Ghazali Abstrak Sejatinya, setiap yang hidup pasti akan mati. Kematian adalah sesuatu hal yang perlu dipahami sebagai sesuatu yang pasti akan terjadi agar manusia dapat menjalani kehidupan dengan baik sehingga dapat menghadapi kematian dengan penuh kesiapan. Penelitian ini bertujuan untuk memahami makna kematian menurut Imam Ghazali. Penelitian ini merupakan jenis penelitian studi literature atau kepustakaan library research. Adapun teknik pengumpulan data yakni dengan menggunakan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa a kematian merupakan suatu keadaan saat ruh mulai berpisah dari jasad, b keutamaan meningat kematian yakni dapat bertambahnya rasa takut manusia kepada Allah swt. sehingga dapat terus mempersiapkan diri untuk menyambut kematian, c sakaratul maut terbagi menjadi 3 fase bencana yakni rasa sakit yang begitu dahsyat ketika nyawa dicabut, menyaksikan malaikat maut yang dapat menciptakan rasa gentar dan takut dalam hati selama setahun, serta para pelaku maksiat yang akan menyaksikan neraka tempat mereka kembali dan merekapun sangat merasa ketakutan, serta d keadaan manusia dialam kubur yakni sendirian di tempat yang gelap, dipenuhi cacing, serta keadaan yang didapatkan manusia adalah sesuai dengan amal perbuatannya di dunia. Kata kunci Analisis kematian, Imam al-Ghazali To read the full-text of this research, you can request a copy directly from the has not been able to resolve any citations for this has not been able to resolve any references for this publication.
Rasulullah ﷺ bersabdaمَنْ يُرِدِ اللهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِيْ الدِّيْنِ وَيُلْهِمْهُ رُشْدَهُ“Orang yang dikehendaki baik oleh Allah, maka ia akan dipandaikan di dalam urusan agama dan ia akan diberi ilham petunjuk kebenaran oleh Allah” HR. al-BukhariItulah sabda Baginda Nabi Muhammad ﷺ dalam menjelaskan betapa ilmu agama penting bagi kehidupan manusia. Dari hadits di atas, sebagian ulama berpendapat bahwa orang yang diberi pemahaman tentang ilmu agama maka ia akan meninggal dalam keadaan husnul khatimah, sebagai bentuk pembuktian akan kebenaran sabda Nabi ilmu agama dalam kehidupan manusia tak ubahnya seperti pengaruh makan dan minum bagi mereka. Imam al-Ghazali, di dalam kitab Ihyâ’ Ulûmid Dîn menyampaikan betapa pentingnya ilmu bagi hati seorang manusia. Di sana, beliau menyitir dawuh dan pernyataan sebagian ulama. Beliau berkataقال فتح الموصلي رحمه الله أليس المريض إذا منع الطعام والشراب والدواء يموت؟ قالوا بلى. قال كذلك القلب إذا منع عنه الحكمة والعلم ثلاثة أيام يموت“Di hadapan para muridnya Fath al-Mushili rahimahullah berkata, Bukankah akan mati jika ada orang sakit yang tidak mendapatkan makan, minum, dan obat ?’ Mereka pun menjawab, “Iya benar, akan mati.’ Begitu juga hati, ketika tidak mendapatkan hikmah dan ilmu selama tiga hari, maka hati akan mati,’ lanjut beliau.”Imam al-Ghazali membenarkan apa yang dikatakan Fath al-Mushili. Karena sesungguhnya makanan hati adalah ilmu dan hikmah. Dengan keduanyalah hati bisa hidup. Sebagaimana badan akan hidup jika makan. Tidak mendapatkan ilmu menyebabkan hati seseorang dalam keadaan sakit dan pasti akan mati, meskipun ia tidak dunia dan kesibukan duniawi bisa membuat orang tidak merasakan hal tersebut. Sebagaimana kondisi sangat ketakutan atau mabuk, red akan bisa “menghilangkan” sakitnya luka yang berat. Kemudian, ketika kematian telah melenyapkan urusan-urusan duniawi dari dirinya, maka baru dia merasakan bahwa dirinya dalam keadaan rusak dan baru dia sangat menyesal. Penyesalan pascakematian ini tentu tidak ada gunanya lagi. Sama seperti orang yang sudah aman dari ketakutannya atau orang yang sudah sadar dari mabuknya, ia baru merasakan luka-luka yang ia alami saat mabuk atau saat kita berlindung kepada Allah ﷻ dari hari terbukanya tirai semua amal. Karena sesungguhnya manusia masih dalam keadaan tertidur. Ketika meninggal dunia, maka mereka baru terbangun dari tidurnya. Imam Muhammad al-Ghazali, Ihyâ’ Ulûmid Dîn, Beirut, Dar al-Fikr, juz I, halaman 8Terdapat berbagai pemahaman di kalangan para ulama terkait dengan maksud dari kata al-hikmah yang tercantum di dalam Al-Qur’an seperti firman Allah ﷻيُؤْتِي الْحِكْمَةَ مَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُؤْتَ الْحِكْمَةَ فَقَدْ أُوتِيَ خَيْرًا كَثِيرًا وَمَا يَذَّكَّرُ إِلَّا أُولُو الْأَلْبَابِ “Allah memberikan hikmah kepada orang yang Ia kehendaki. Barangsiapa diberi hikmah, maka sesungguhnya ia telah diberi kebaikan yang banyak. Dan tidak menerima pengingat kecuali orang-orang yang memiliki akal sempurna.” QS Al-Baqarah 269Baginda Nabi Muhammad ﷺ juga pernah bersabdaالْحِكْمَةُ يَمَانِيَّةٌ“Hikmah adalah Yaman.” HR. at-TirmidziAda yang berpendapat maksud dari al-hikmah adalah amal. Ada juga yang berpendapat maksudnya adalah setiap sesuatu yang mencegah dari perbuatan bodoh dan perbuatan jelek. Dan masih banyak lagi pendapat ulama tentang maksud dari kata al-hikmah. Muhammad ibn Qasim ibn Muhammad ibn Zakur al-Fasi, Zuhr al-Akam fi al-Amtsal, halaman 7 Terkait tentang maksud dari kata al-hikmah ini, al-Ghazali berkata di dalam kitab Ihyâ’-nyaونعني بالحكمة حالة للنفس بها يدرك الصواب من الخطأ في جميع الأفعال الاختيارية“Yang saya kehendaki dengan kata al-hikmah adalah kondisi hati yang bisa menjadi sarana mengetahui yang benar dan yang salah dalam semua perbuatan yang kita pilih. Imam Muhammad al-Ghazali, Ihyâ’ Ulûmid Dîn, Beirut, Dar al-Fikr, juz III, halaman 3Wallahu a’lam. Moh. Sibromulisi
JAKARTA - Imam Ghazali mengatakan mati adalah sesuatu yang menakutkan dan mengerikan. Dahsyatnya kejadian dan besarnya bencana adalah kematian."Kebanyakan manusia lalai dan lengah terhadap mati karena mereka tidak mentafakurinya," kata Imam Ghazali dalam kitabnya yang diterjemaahkan menjadi judul "Mati dan Kejadian Setelahnya"Andai kata mengingat mati pun, kata Imam Ghazali mereka tidak melakukannya dengan sepenuh hati. Oleh karena itu, ingat mati tidak memberikan pengaruh dan akibat yang berarti bagi mereka. "Cara mengingat mati yang benar adalah membebaskan hati dari semua pikiran lainnya dan hanya ingat mati saja yang mendominasi pikiran dan hati," katanya. Untuk itu kata Imam Ghazali hendaklah kita menjadi seperti orang yang tengah berada dalam perjalanan laut atau padang sahara yang keras dan penuh bahaya. Ketika pikiran tentang mati menyelimuti hati, hasrat kesenangan dan kesukaan pada dunia menjadi turun dan hati pun menjadi luluh."Cara terbaik dan bermanfaat dalam bertafakur tentang mati adalah mengingat kawan-kawan dan tetangga-tetangga yang telah meninggal dunia, bahwa mereka berada di dalam kubur di bawah tanah, dan membayangkan keadaan serta wajah mereka di dalam kubur," katanya."Bagaimana wajah cantik dan tampan mereka telah menjadi santapan cacing dan serangga, istri dan anak mereka menjadi yatim dan terpuruk dalam kemiskinan, hari-hari mereka berlalu dengan penderitaan, kekayaan mereka telah lenyap. Kenanglah masing-masing orang demi orang. Tafakurilah bagaimana kematian menyerang mereka secara tiba-tiba tanpa peringatan sedikitpun dan bagaimana ketidaksiapan mereka menghadapi kematian dan akhirat," Abu Darda ra berkata, "Ketika diceritakan tentang orang yang mati, bayangkan engkau adalah salah seorang dari mereka." Sahabat lainnya Ibnu Mas'ud ra berkata, "Orang yang beruntung adalah dia yang mengambil pelajaran dari keadaan maksudnya kematian orang lain"Khalifah Umar bin Abdul Aziz berkata, "Apakah tidak kau lihat bahwa dirimu mempersiapkan perbekalan untuk orang yang pergi kepada Allah setiap pagi atau petang dan kau kubur ia di bawah tanah, sementara ia meninggalkan sahabat-sahabat dan karib-kerabatnya serta meninggalkan harta dan miliknya selama-lamanya?"Pada suatu hari seorang waliyullah terkemuka Ibn Muthi, memandang rumahnya dan merasa takjub dan puas karena kebagusannya. Namun setelah itu ia menangis dan berkata."Demi Allah seandainya tidak ada kematian, maka akan puaslah hatiku memandangmu. Seandainya tempat yang akan kutinggali setelah mati tidak sempit, maka mataku akan sejuk melihat dunia ini." Setelah itu ia mulai menangis seperti anak kecil. BACA JUGA Update Berita-Berita Politik Perspektif Klik di Sini
hakikat kematian menurut imam al ghazali